WASPADA UPAYA MENDEGRADASI MURU’AH GURU

Oleh : Sapardi, S.Pd., M.Psi

Terpujilah wahai engkau Ibu Bapak guru….
Penggalan bait dalam Hymne guru ini tidak asing ditelinga kita karena setiap tahun selalu dinyanyikan dalam peringatan ‘Hari Guru Nasional’ yang diperingati setiap tanggal 25 Nopember. Alhamdulillah saya dua kali berkesempatan berkunjung ke rumah Bapak Sartono di Jl. Halmahera No. 98 Madiun sang pencipta hymne guru tersebut ketika sama-sama aktif di Persatuan Guru Tidak Tetap Indonesia (PGTTI), saya selaku Ketua Umum DPP PGTTI sedangkan beliau sebagai Ketua DPD PGTTI Kota Madiun. Diusianya yang sudah tua tetapi beliau masih aktif mengajar dengan status guru honorer di SMP Swasta di Kota Madiun.

Guru atau ustadz adalah sebutan untuk para ahli ilmu yang mengajarkan nilai-nilai kebenaran ayat-ayat qouliyah Allah dan menjelaskan ayat kauniyah Allah serta memberikan keteladanan dalam adab dan akhlaq. Maka guru bisa juga disebut sebagai pewaris para nabi.

Kemuliaan guru bukan karena statusnya sebagai PNS atau Honorer, mengajar di Sekolah Negeri atau Swasta, di Sekolah umum atau di Pondok Pesantren tetapi karena ilmu yang dimilikinya menjadikan dia seorang alim yang akan memberi penerang bagi para siswa dalam meniti jalan kehidupan, menunjukkan jalan yang haq dan bathil.
Wahai guru engkau adalah ahli ilmu yang memiliki tugas berat tetapi mulia bahkan saking mulianya guru itu derajadnya lebih tinggi dari ahli ibadah.

“Keutamaan ahli ilmu dibanding ahli ibadah sama seperti keutamaan bulan pada malam purnama dibanding bintang-bintang lainnya.” (HR Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan lainnya dari Abu Darda).

Saya membuat tulisan pada peringatan hari guru nasional tahun 2024 ini karena keprihatinan saya dimana tahun-tahun terakhir ini ada upaya untuk mendegradasi kemuliaan dan kewibawaan (muru’ah) guru. Siswa mulai tidak menghormati guru bahkan berani kepada gurunya, tidak pernah masuk kelas tapi dipaksa menaikkan dan banyaknya kasus yang melibatkan guru, siswa dan orang tua yang berakhir pada pemidanaan.

Kasus Bu Supriyani di Sulawesi Tenggara yang putusannya baru akan dibacakan hari ini 25 Nopember 2024, Pak Dasrul di Makasar harus rela dipukuli orang tua siswa, Pak Zaharman di Bengkulu rela kehilangan matanya karena diketapel orang tua wali karena menegur siswa yang merokok, Guru IS ditombak wali murid karena menegur siswa yang bising di Bima NTB dan masih banyak kasus lagi yang tidak terungkap di media sosial.

Saya berharap kepada para stakeholders dunia pendidikan, baik pendidikan umum maupun pondok pesantren untuk menyadari betapa pentingnya pengajaran dan pendidikan untuk menyiapkan generasi masa depan bangsa dan agama.

Wahai para siswa, gurumu adalah orang tuamu juga yang akan terus mencurahkan perhatian untuk mengajar dan mendidik kamu, yang tidak hanya engkau ambil ilmunya tetapi juga mengharap keberkahan ilmu yang engkau dapatkan dari gurumu. bisa jadi anak-anak gurumu tidak mendapatkan perhatian yang sama seperti yang kamu dapatkan.

Wahai para orang tua, engkau menyadari betul tak akan sanggup mengajar dan mendidik anak-anakmu. Karena kesibukanmu dalam bekerja atau memang tidak mempunyai kemampuan untuk mengajar dan mendidik sehingga engkau titipkan anak-anakmu di sekolah atau pondok pesantren.

Wahai para guru, dalam beberapa kasus, memang kita tidak setuju terhadap kekerasan dalam proses pengajaran, karena tidak ada keberhasilan dalam proses pengajaran dan pendidikan dengan kekerasan. Kita perlu bersabar menghadapi multi karakter siswa diera Gen Z sebagaimana kesabaran Imam Syafi’i yang harus sabar mengajar santrinya yang lola (lodingnya lama) karena diterangkan puluhan kali sampai diprivate tetap tidak paham.

Wahai para pemangku kebijakan (Kemendikdasmen), jangan bebani guru dengan banyaknya administrasi yang menyita pikiran, tenaga dan waktu, sejahterakan guru, dan berikan jaminan perlindungan hukum sehingga tidak dibayang-bayangi ketakutan saat mendidik. Apalagi beredar video satir yang menggambarkan guru yang acuh tak acuh dengan kondisi siswanya yang sedang berantem, pergaulan bebas yang menggambarkan ketakutan pada guru ketika harus menegur (mendidik).

Guru bukanlah Malaikat yang tidak punya kesalahan, guru hanya manusia biasa yang ketika terjadi kesalahan tidak harus dilaporkan ke pihak berwajib, apalagi guru harus mengeluarkan uang puluhan juta rupiah saat mediasi. Kalau ini tidak segera diatasi dan dibenahi serta dikembalikan kewibawaan guru, maka hancurlah dunia pendidikan kita.

Selamat Hari Guru Nasional 2024, tetaplah menjadi penerang bagi generasi masa depan.

 

Lembah Pantirejo, 25 Nopember 2024
Pegiat Pendidikan, Ketua Umum DPP PGTTI periode 2021 – 2008 (2 periode), Ketua Yayasan An Nur Gemolong Sragen.